Kalcerbola.com – Kim Jong-Un Larang Tottenham disiarkan di Korea Utara sebagai bagian dari kebijakan sensor ketat terhadap konten asing. Keputusan ini didasari oleh keberadaan pemain asal Korea Selatan, Son Heung-min, yang menjadi kapten klub tersebut. Selain Tottenham, dua klub Liga Inggris lainnya, Wolverhampton Wanderers dan Brentford, juga terkena dampak larangan ini karena memiliki pemain asal Korea Selatan. Langkah ini mencerminkan ketegangan politik antara Korea Utara dan Korea Selatan yang terus berlanjut hingga ke dunia olahraga.
Mengapa Kim Jong-Un Larang Tottenham dan Klub Liga Inggris Lainnya?
Klub-Klub yang Terkena Dampak
- Tottenham Hotspur: Kapten tim, Son Heung-min, adalah ikon sepak bola Korea Selatan. Kehadirannya membuat semua pertandingan Tottenham tidak ditayangkan di Korea Utara.
- Wolverhampton Wanderers: Memiliki penyerang Hwang Hee-chan dari Korea Selatan, sehingga pertandingan mereka juga dilarang untuk disiarkan.
- Brentford: Dengan kehadiran bek muda Kim Ji-soo, klub ini turut masuk dalam daftar larangan siaran.
Larangan ini berarti warga Korea Utara kehilangan kesempatan untuk menyaksikan pertandingan dari klub-klub tersebut, meskipun siaran Liga Inggris lainnya masih tersedia dengan penundaan dan pengeditan tertentu.
Pola Siaran di Korea Utara
Di Korea Utara, pertandingan Liga Inggris biasanya disiarkan dengan penundaan signifikan, sekitar empat hingga enam bulan setelah pertandingan asli berlangsung. Selain itu, durasi pertandingan yang awalnya 90 menit dipotong menjadi sekitar 60 menit. Logo dan grafis asli seringkali diburamkan atau ditutupi dengan teks dalam bahasa Korea. Meskipun negara tersebut tidak memiliki hak siar resmi, Korean Central Television (KCTV) secara konsisten menayangkan pertandingan Liga Inggris, Liga Champions, dan Piala Dunia, meskipun dengan penundaan dan pengeditan yang berat.
Pengaruh Politik terhadap Siaran Olahraga
Keputusan untuk melarang penayangan pertandingan yang melibatkan pemain Korea Selatan mencerminkan ketegangan politik yang terus berlanjut antara Korea Utara dan Korea Selatan. Meskipun demikian, sepak bola internasional tetap menjadi salah satu program yang paling diminati di televisi Korea Utara, menawarkan sejenak pelarian dari program-program yang sarat propaganda. Namun, akses terhadap konten ini sangat terbatas dan diawasi ketat oleh pemerintah.
Kesimpulan
Larangan ini tidak hanya menunjukkan bagaimana politik dapat mempengaruhi akses terhadap hiburan, tetapi juga menyoroti keterbatasan yang dihadapi oleh masyarakat Korea Utara dalam menikmati konten internasional. Meskipun demikian, minat terhadap sepak bola tetap tinggi, menunjukkan bahwa olahraga memiliki daya tarik universal yang mampu melampaui batasan politik dan ideologi.